+62 22 4231280  +62811 2001 005

Blow Out Fracture

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Trauma pada orbita dapat mengenai tulang fasial dan jaringan lunak di sekitarnya. Fraktur dapat disertai dengan trauma pada isi orbita, struktur intrakranial dan sinus paranasal. Fraktur dinding orbita terisolasi atau lebih dikenal dengan istilah blow out fracture (BOF) merupakan kejadian yang sering pada trauma fasial akibat jatuh, perkelahian, kecelakaan lalu lintas atau cidera olahraga. Kejadian ini umumnya lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dan tidak jarang pada anak-anak. Istilah BOF pertama kali diperkenalkan pada tahun 1957 oleh Drs. Byron Smith dan William Regan.

Angka kejadian BOF sendiri cukup sering. Sekitar 30-40% dari seluruh kejadian fraktur facial melibatkan orbita dan sekitar 10% dari seluruh kejadian fraktur facial terbatas hanya mengenai dinding orbita saja dengan mayoritas mengenai dasar orbita. BOF rutinnya ditangani dengan tindakan bedah dini selama lebih dari 20 taun sampai akhirnya pada tahun 1974, studi prospektif oleh Puterman menunjukan kebanyakan BOF sembuh tanpa adanya gangguan dari segi fungsi maupun estetika. Berbagai opsi tatalaksana dan alat bedah terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir namun waktu dan indikasi yang tepat untuk tindakan rekonstruksi masih tetap kontroversial. Diagnosis dini BOF dan penentuan tatalaksana baik bedah maupun non-bedah dikatakan menjadi hal yang krusial dalam menentukan hasil yang optimal.

Anatomi Orbita

Orbita merupakan rongga yang dibentuk oleh tulang dan berisi bola mata, otot ekstraokular, saraf, lemak, dan pembuluh darah. Orbita berbentuk seperti buah pear dengan bagian apeks di posterior. Orbita memiliki volume sebesar 30 cm2. Dinding orbita terdiri dari bagian atap, dasar, dinding medial, dan lateral yang dibentuk oleh 7 tulang seperti pada gambar 2.1. Dasar orbita dibentuk oleh os zygomatikus, os maxillaris, dan os palatina. Dinding medial dibentuk oleh os lakrimalis, os ethmoidalis, os maxillaris, dan os sphenoidalis ala minor. Atap orbita dibentuk oleh os frontalis, os sphenoidalis ala minor sedangkan dinding lateral oleh os zygomatikus dan os sphenoidalis ala mayor. Tinggi dinding medial setengah dari ketinggian dinding lateral orbita.

Bagian tertipis dari orbita adalah lamina papiracea pada dinding medial orbita (0.2-0.4 mm) namun BOF lebih sering terjadi pada dasar orbita sisi medial dari kanalis infraorbita. Hal ini disebabkan karena dinding medial orbita didukung rongga tulang bersepta pada sinus ethmoidalis. Berkas neurovaskular inferior orbita (meliputi nervus infraorbital dan arteri) berjalan dibawah dasar orbita. Ketebalan atap dari canalis infraorbita hanya 0.23 mm dan tulang dasar orbita bagian posteromedial berkisar 0.37 mm. Hal ini sangat kontras dengan tulang dasar orbital bagian lateral yang berkisar 1.25 mm atau 5 kali lebih tebal dari tulang diatas kanalis infraorbita. Hal ini yang meningkatkan kecurigaan kita terjadi fraktur dasar orbita apabila ditemukan rasa baal pada pasien yang meliputi daerah nervus infraorbita.

Blowout fracture

BOF merupakan trauma pada dinding orbita yang diakibatkan benturan oleh benda tumpul yang berukuran lebih besar dari arpetura orbita. BOF paling sering mengenai dasar orbita, diikuti dengan dinding medial, dan inferomedial. Mekanisme terjadinya BOF dapat dijelaskan melalui 3 prinsip yaitu mekanisme kontak bola mata dengan dinding orbita, hidrolik, dan buckling seperti pada gambar 3.1. Hampir seluruh kejadian BOF melibatkan kombinasi dari ketiga mekanisme diatas. Mekanisme kontak bola mata dengan dinding orbita pertama kali dikemukakan oleh Pfeiffer pada tahun 1943. Pfeiffer menyebutkan bahwa mekanisme internal pada fraktur orbita terbukti disebabkan oleh pergeseran bola mata ke arah posterior yang menyebabkan kontak langsung dengan dinding orbita. Hal ini didukung oleh penelitian Erling et al yang menganalisis mekanisme ini dengan bantuan CT scan dimana pada 75% kasus fraktur orbita didapatkan pergeseran tulang orbita mengikuti bentuk dari bola mata.

Drs. Byron Smith dan William Regan pada tahun 1957 memperkenalkan teori hidrolik. Mereka menyebutkan bahwa BOF merupakan fraktur orbita akibat tekanan hidrolik yang dihasilkan benda yang berukuran lebih besar dibandingkan diameter orbita. Benturan umumnya diakibatkan trauma tumpul langsung pada daerah sekitar mata. Tekanan yang ditimbulkan ini umumnya tidak cukup untuk menyebabkan fraktur pada rima orbita dan isi bola mata yang mengandung cairan juga menjadi bantalan untuk mencegah terjadinya ruptur bola mata. Hal ini menyebabkan tekanan akan diteruskan melalui jaringan lunak ke rongga orbita dan meningkatkan tekanan intraorbital sehingga akan menimbulkan fraktur pada dinding terlemah orbita yaitu bagian dasar dan medial orbita.

Mekanisme yang terakhir adalah mekanisme buckling. Mekanisme ini diperkenalkan oleh Fujino tahun 1974 dimana dia menjelaskan bahwa tekanan langsung pada rima orbita akan menyebabkan fraktur pada dasar orbita. Penelitian oleh Nagasao et al menunjukan bahwa berbagai sudut benturan yang dtimbulkan akan menyebabkan fraktur pada daerah dasar dan medial orbita. Penjelasan serupa juga dikemukakan oleh Kulwin dan Leadbetter dimana dilaporkan seorang pria mengalami BOF setelah sebelumnya mengalami trauma pada rima orbita bagian lateral.

Klasifikasi BOF

Fraktur dinding orbita dibagi menjadi 2 tipe yaitu murni dan tidak murni. Fraktur tidak murni yang dimaksud apabila melibatkan rima orbita sedangkan fraktur orbita murni hanya mengenai dinding interna orbita atau sering disebut blow out fracture. BOF umumnya terjadi di dinding inferior, medial, atau inferomedial orbita yang merupakan tulang tertipis. Fraktur dinding orbita dapat dibagi juga menjadi tipe terbuka dan tipe trapdoor Pada fraktur dinding orbita tipe terbuka akan terjadi hambatan gerak bola mata akibat tumbukan jaringan periorbita dengan patahan tulang. Lain halnya dengan fraktur tipe trapdoor dimana hambatan gerak bola mata terjadi akibat adanya jaringan periorbital yang terjepit diantara celah patahan tulang. Sekitar 27-93% kasus fraktur dinding orbita pada anak-anak merupakan tipe trapdoor. Fraktur trapdoor digambarkan secara anatomi sebagai patahan tulang yang linier, dengan pergeseran tulang yang minimal dan bagian medial yang menggantung seperti pintu. Patahan yang menggantung ini dapat memberikan mekanisme tahanan balik seperti pintu yang menutup saat terjadi herniasi dari jaringan periorbita sehingga jaringan akan terjepit diantara celah patahan tulang. Mekanisme yang berbeda terjadi pada tipe terbuka dimana tulang remuk dan membuat defek yang lebar pada dasar orbita. Akibatnya akan terjadi herniasi dari jaringan orbita tanpa adanya proses penjepitan dari tulang. Perbedaan kedua tipe ini disebabkan karena karakteristik tulang wajah pada anak bersifat spongiosa,elastis dengan jaringan periosteum yang kuat sedangkan pada dewasa, tulang bersifat lebih padat dengan jaringan periosteum yang rapuh.

Blow out Fracture sering diakibatkan oleh trauma tumpul akibat jatuh, perkelahian, kecelakaan lalu lintas atau cidera olahraga. Kebanyakan kasus BOF ditatalaksana secara konservatif kecuali ada indikasi yang jelas untuk dilakukan tindakan operatif. Tindakan operatif pada dewasa sebaiknya dilakukan dalam rentang waktu 2 minggu pertama sedangkan pada anak-anak dengan tipe trapdoor khususnya harus dilakukan rekonstruksi segera dalam hitungan jam. Pemilihan material implan yang digunakan dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama besar defek dan preferensi dari operator. Penentuan waktu dan tatalaksana yang tepat untuk kasus BOF akan menentukan prognosis pada pasien ke depannya.

Daftar Pustaka

1. Yamanaka Y, et al. Impact of Surgical Timing of Postoperative Ocular Motility in Orbital Blowout Fractures. Br J Opthalmol. 2018;102:398-403

2. Foster JA, et al. Section 7 : Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Dalam: Basic Science and Clinical Course. USA: American Academy of Opthalmology; 2016. Hal 130-4.

3. Sugamata A, Yoshizawa N, Shimanaka K. Timing of operation for blowout fractures with extraocular muscle entrapment. J Plast Surg Hand Surg. 2013;47(6):454–457.

4. Codner MA, McCord CD. Chapter 34: Blowout Fracture of The Orbital Floor. Dalam: Eyelid & Periorbital Surgery. Edisi 2. New York : Thieme Medical Publishers; 2016. Hal 1005-21.

5. Alisanab B. Orbital Blow Out Fracture: To Operate or Not To Operate-That is The Question. Stockholm: Karolinska Institutet; 2017. Hal 17-35.

6. Nikolaenko VP, Astakhov YS. Section 3 : Orbital Floor Fractures. Dalam: Orbital Fractures: A Physician’s Manual. Saint-Petersburg : Springer; 2012. Hal 121-75.

7. Sugamata A. Etiology of blowout fractures. The Journal of Tokyo Medical University. 2014;72(1):19–24.

8. Shah PD, Mukherjee S. Management of Extensive Blowout Fracture of Combined Orbital Floor and Medial Wall: A Challenge in Reconstruction. Int J Otorhinolaryngol Clin. 2014;6(3):123-6.

9. Sugamata A, Yoshizawa N. A Case of Blowout Fracture of The Orbital Floor in Early Childhood. Int Medical Case Reports Journal. 2018;8:155-8.

10. Chung SY, Langer PD. Pediatric Orbital Blowout Fractures. Curr Opin Opthalmol. 2017;28:470-6.

11. Carroll SC, Ng SG. Outcomes of orbital blowout fracture surgery in children and adolescents. Br J Ophthalmol. 2010;94(6):736–739.

12. Matthew R, Shammary YK. Surgical Outcome of Blowout Fractures of Floor of Orbit: A Case Series of 5 Patients. J Clin Exp Ophtalmol.2016;7:1.

13. Boyette JR, Pemberton JD, Velez JB. Management of Orbital Fractures: Challenges and Solutions. Clinical Opthalmology. 2015;9:2127-37.

14. Alisanab B, Ryott M, Stjarne P. Still No Reliable Consensus in Management of Blow-Out Fracture. Int J. Care Injured. 2014;45:197-202.

15. Saluja H, et al. Autogenous Grafts for Orbital Floor Reconstruction : A Review. Int J Oral Craniofac Sci. 2017;3(2):046-052.

16. Wahdan SW, et al. Autologus Bone Graft Versus Titanium Mesh in Management of Large Post-Traumatic Orbital Floor Defects. Egypt J Plast Reconstr Surg. 2015;39:85-90.

17. Hidalgo M, et al. Comparative Study of Enophthalmos Treatment with Titanium Mesh Combined with Absorbable Implant vs. Costochondral Graft for Large Orbital Defects in Floor Fractures. J Oral Health Craniofac Sci. 2017;2:022-9.

18. Dubois L, et al. Controversies in Orbital Reconstruction-III Biomaterials for Orbital Reconstruction: A Review With Clinical Recommendations. Int J Oral Maxillofac Surg. 2016;45:41-50.

19. 19. Holtmann H, et al. Orbital Floor Fractures-short and Intermediate-Term Complications Depending on Treatment Procedures. Head & Face Medicine. 2016;12:1.

Visi dan Misi

Visi dan Misi Tahun 2020 - Tahun 2024

Visi

To Be Excellence Eye Care 

Misi

Eye Care for Everyone Seeing Better World 

• Eye care:
Memberikan pelayanan kesehatan mata
• For everyone:
Pelayanan yang tidak diskriminatif, kepada seluruh warga masyarakat
Seeing Better world:
Melihat dunia dengan lebih baik

Visitor

Today1104
Yesterday2218
This week9022
This month30542
Total1224289

Who Is Online

10
Online

Instalasi SIMRS 2022 © Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. All Rights Reserved.